Thursday, March 31, 2011
Bandar Jamur Tiram
Siapakah pembeli jamur tiram itu? Di Cisarua Bandung untuk pembeli jamur eceran dari para petani disebut bandar. Konotasi bandar, kalau kesan kita – juga di KBBI – kurang begitu baik, seperti berikut: bandar adalah orang yg menyelenggarakan perjudian; bandar judi, atau orang yg mengendalikan suatu aksi (gerakan) dng sembunyi-sembunyi, atau orang yg membiayai suatu gerakan yg kurang baik. Tapi untuk bandar jamur saya berani bersumpah bahwa mereka orang baik-baik.
Selagi kita mulai membudidayakan jamur si bandar sudah berdatangan ke lokasi, untuk meminta agar diberi jatah membeli jamur, jadi kita tinggal memilih bandar mana yang harganya lebih baik. Tapi perbedaannya tipis saja, kadang sama saja seluruh bandar harganya sekian umpamanya. Karena merekapun kadang dari pengepul yang sama, pengepul adalah orang yang akan langsung membawa truk jamur ke pasar induk misal kalau di kota Bandung ke Pasar Caringin, atau ke Pasar Gedebage, bahkan ke pasar induk Kramat Jati di Jakarta.
Mereka, iya para bandar itu, ketika kita sudah mulai memanen jamur akan datang setiap hari mengambil jatahnya, perlu diketahui bahwa pada budidaya jamur tiram panen jamur dilakukan setiap hari dan hari itu juga harus sudah habis terangkut bandar, maklum jenis sayuran ini tidak tahan lama, jadi seperti jenis sayuran lain lebih cepat sampai ke konsumen lebih baik.
Para bandar ini yang saya sudah bersumpah bahwa mereka adalah orang yang bisa dipercaya dan baik, akan secara disiplin membayar jamur yang dibelinya, terus juga kerja sama dengan petani sangat baik. Misalnya kalau petani terlalu sibuk panen mereka dengan suka rela membantu membersihkan jamur dari serbuk media yang terbawa masih menempel di akar jamur. Setelah jamur ditimbang oleh petani rata-rata @ 5 Kg jamur tiram, terus dimuat di speda motor, dan langsung si bandar pergi terus mengambil jamur lain di petani jamur berikutnya.
Demikian mengenai bandar jamur yang saya berani bersumpah… Stop!
Wednesday, March 30, 2011
Masih Soal Jamur Tiram
Oleh: Aki Eman
Jamur tiram adalah jamur yang bisa dikonsumsi, di Cisarua Bandung jamur ini dibudidayakan didalam kumbung (rumah jamur). Jamur ini bisa dipanen setiap hari, mulai dari petik jamur, terus dibersihkan dari akarnya, lalu ditimbang, terahir dikemas dalam kemasan plastik a 5 Kg.
Kalau sedang saatnya panen banyak, hasil satu kumbung bisa mencapai satu kuintal, nampak kalau dikumpulkan jamur tiram sampai menggunung.
Jamur tiram termasuk sayuran yang enak, lezat, dan banyak hasiatnya untuk kesehatan. (Foto di Cisarua, 22 – 06 – 99)
Jamur tiram adalah jamur yang bisa dikonsumsi, di Cisarua Bandung jamur ini dibudidayakan didalam kumbung (rumah jamur). Jamur ini bisa dipanen setiap hari, mulai dari petik jamur, terus dibersihkan dari akarnya, lalu ditimbang, terahir dikemas dalam kemasan plastik a 5 Kg.
Kalau sedang saatnya panen banyak, hasil satu kumbung bisa mencapai satu kuintal, nampak kalau dikumpulkan jamur tiram sampai menggunung.
Jamur tiram termasuk sayuran yang enak, lezat, dan banyak hasiatnya untuk kesehatan. (Foto di Cisarua, 22 – 06 – 99)
Tuesday, March 29, 2011
Jamur Tiram Tak Kenal Krisis?
Oleh: Aki Eman
“Kompas” tanggal 14 Maret 2009 pada lembar Bisnis & Keuangan memuat artikel mengenai budidaya jamur tiram. Pada tulisan itu dinyatakan betapa mudahnya menjalankan budidaya tersebut dan hanya dengan modal Rp 20 juta sudah bisa meraup keuntungan antara Rp 3 – Rp 5 juta per bulannya.
Pernyataan tersebut terlalu “berlebihan” sebab pada kenyataannya melakukan usaha jamur hususnya tiram memerlukan keuletan, ketekunan, ditambah kesabaran ketika diterpa kegagalan demi kegagalan. Hanya mereka yang serius dan penuh perhitungan yang bakal berhasil di usaha ini.
Pengalaman saya dalam budidaya jamur yang dialami selama 4 tahun dengan lokasi usaha di Cisarua Bandung, menunjukkan hal yang berbeda dengan usaha Widodo di Parakan Muncang Bogor. Misalnya diharga saja saat ini jamur tiram per kilogramnya di Cisarua hanya Rp 6.500 sementara di Bogor Rp 12.000
Juga mengenai teknologi budidaya jamur dimana dinyatakan tidak begitu rumit, pada kenyataannya meskipun memang tidak rumit sekali akan tetapi kalau sterilisasi medianya hanya dengan dikukus di dalam drum akan banyak kegagalan dari pada keberhasilannya. Terutama karena tidak sempurnanya pemanasan saat mengukus media tersebut dan mengakibatkan akan didahului pertumbuhan jamur lain yang tidak dikehendaki dan sangat mengganggu. Petani jamur Cisarua tentang gangguan pertumbuhan jamur lain ini menyebutnya dengan pengoncoman.
Syukur ada pembinaan dari IPB, di Cisarua Bandung masih mengharapkan mendapatkan bantuan bimbingan baik dari perguruan tinggi maupun dari Departemen Pertanian, petani-petani kecil yang sangat mengharapkan hasil yang baik jangan dibiarkan sendiri-sendiri yang ahirnya mendapatkan kegagalan dan kumbung (rumah jamur) dibiarkan kosong melompong.
Apalagi sekarang dimana subsidi BBM untuk minyak tanah dicabut harga bahan bakar tersebut demikian tinggi, sangat membebani usaha petani kecil dalam usaha jamur tiram. Peralihan ke bahan bakar gas elpiji masih belum terciptakan peralihan teknologinya. Malahan ada yang mencoba hanya menggunakan bahan bakar kayu untuk proses sterilisasinya.
Bukan menakut-nakuti mereka yang mau terjun ke usaha budidaya jamur ini akan tetapi “menganggap enteng” budidaya jamur tiram adalah cukup menyesatkan. Karena usaha apapun di bidang pertanian hususnya sayur mayur akan selalu tidak lepas dari kerugian dan kegagalan. Oleh karena itu sangat perlu mempelajarinya dan memasang niat secara serius.
“Kompas” tanggal 14 Maret 2009 pada lembar Bisnis & Keuangan memuat artikel mengenai budidaya jamur tiram. Pada tulisan itu dinyatakan betapa mudahnya menjalankan budidaya tersebut dan hanya dengan modal Rp 20 juta sudah bisa meraup keuntungan antara Rp 3 – Rp 5 juta per bulannya.
Pernyataan tersebut terlalu “berlebihan” sebab pada kenyataannya melakukan usaha jamur hususnya tiram memerlukan keuletan, ketekunan, ditambah kesabaran ketika diterpa kegagalan demi kegagalan. Hanya mereka yang serius dan penuh perhitungan yang bakal berhasil di usaha ini.
Pengalaman saya dalam budidaya jamur yang dialami selama 4 tahun dengan lokasi usaha di Cisarua Bandung, menunjukkan hal yang berbeda dengan usaha Widodo di Parakan Muncang Bogor. Misalnya diharga saja saat ini jamur tiram per kilogramnya di Cisarua hanya Rp 6.500 sementara di Bogor Rp 12.000
Juga mengenai teknologi budidaya jamur dimana dinyatakan tidak begitu rumit, pada kenyataannya meskipun memang tidak rumit sekali akan tetapi kalau sterilisasi medianya hanya dengan dikukus di dalam drum akan banyak kegagalan dari pada keberhasilannya. Terutama karena tidak sempurnanya pemanasan saat mengukus media tersebut dan mengakibatkan akan didahului pertumbuhan jamur lain yang tidak dikehendaki dan sangat mengganggu. Petani jamur Cisarua tentang gangguan pertumbuhan jamur lain ini menyebutnya dengan pengoncoman.
Syukur ada pembinaan dari IPB, di Cisarua Bandung masih mengharapkan mendapatkan bantuan bimbingan baik dari perguruan tinggi maupun dari Departemen Pertanian, petani-petani kecil yang sangat mengharapkan hasil yang baik jangan dibiarkan sendiri-sendiri yang ahirnya mendapatkan kegagalan dan kumbung (rumah jamur) dibiarkan kosong melompong.
Apalagi sekarang dimana subsidi BBM untuk minyak tanah dicabut harga bahan bakar tersebut demikian tinggi, sangat membebani usaha petani kecil dalam usaha jamur tiram. Peralihan ke bahan bakar gas elpiji masih belum terciptakan peralihan teknologinya. Malahan ada yang mencoba hanya menggunakan bahan bakar kayu untuk proses sterilisasinya.
Bukan menakut-nakuti mereka yang mau terjun ke usaha budidaya jamur ini akan tetapi “menganggap enteng” budidaya jamur tiram adalah cukup menyesatkan. Karena usaha apapun di bidang pertanian hususnya sayur mayur akan selalu tidak lepas dari kerugian dan kegagalan. Oleh karena itu sangat perlu mempelajarinya dan memasang niat secara serius.
Subscribe to:
Posts (Atom)